STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN APPENDICITIS
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: APPENDICITIS
A. TINJAUAN MEDIS
1.
Pengertian
Apendisitis
adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan
menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya
seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir (Carpenito, 2007).
2.
Etiologi
Menurut Corwin (2009), Appendicitis
belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu
:
a. Faktor yang
tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
1) Hiperplasia
dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
2)
Adanya faekolit
dalam lumen appendiks
3)
Adanya benda asing seperti biji –
bijian
4)
Striktura lumen karena fibrosa akibat
peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman
dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
c. Laki – laki
lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
1) Tergantung pada
bentuk appendiks
2) Appendik yang
terlalu panjang
3) Messo appendiks
yang pendek
4) Penonjolan
jaringan limpoid dalam lumen appendiks
5) Kelainan katup
di pangkal appendiks
3.
Manifestasi
Klinik
Menurut Mansjoer (2002), apendisitis
memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri
yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di
perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah
beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah.
Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai
37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya
bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil,
nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu
terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang
bertambah buruk bisa menyebabkan syok. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan
apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi
dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya ada pada pelvis,
tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada
defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau
ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan
melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri
yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan
dapat lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan
kondisi klien memburuk.
Klinis didapatkan gejala-gejala
rangsangan peritoneum dengan pusat didaerah Mc Burney.
a. Nyeri pada
tekanan intra abdominal yang naik
b. Nyeri tekan
dengan defans muskuler
c. Rebound
phenomen: menekan perut bagian kiri dan dilepas mendadak, dirasa nyeri pada
perut sebelah kanan bawah.
d. Rovsing sign,
menekan daerah kolon deskenden/transversum udara akan menekan sekum hingga
timbul sakit.
e. Tenhorn sign,
menarik testis kanan, timbul nyeri perut kanan bawah.
f. Psoas sign,
mengankat tungkai kanan dalam ekstensi, timbul nyeri perut kanan bawah.
g.
Obturator sign, fleksi dan endorotasi
sendipanggul kanan, timbul nyeri perut kanan bawah.
4.
Klasifikasi
Menurut Monica (2007),Klasifikasi apendisitis terbagi atas
:
a.
Apendisitis akut
Dibagi atas: Apendisitis akut fokalis
atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis
purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis
kronis
Dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis
atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis
obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
c. Apendisitis
rekurens
Diagnose apendisitis rekurens baru
dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan yang berulang di perut kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi, dan hasil patologi menunjukkan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendiksitis akut pertama
kali sembuh spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali kebentuk aslinya
karena fibrosis dan jaringan parut. Resiko terjadinya serangan
berulang adalah sekitar 50%. Insiden apendisitis rekurens adalah 10% dari
specimen apendiktomi yang diperiksa secara patologi. Pada apendiksitis rekurn,
biasanya dilakukan apendiktomi karena penderita sering kali datang dalam
serangan akut.
d. Mukokel
apendiks
Mukokel apendiks merupakan dilatasi
kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal
apendiks, biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan
tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh kista
denoma yang dicurigai dapat berubah menjadi ganas. Penderita sering datang
dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang
teraba masa panjang diregio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan
timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
e. Adenokarsinoma
apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan biasanya
ditemukan kebetulan sewaktu apendiktomi atas indikasi apendiksitis akut. Karena
bisa bermetastasis, dianjurkan hemikolektomi yang akan memberikan harapan hidup
yang jauh lebih baik dibandingkan dengan hanya apendektomi.
f. Karsinoid
apendiks
Karsinoma apendiks merupakan tumor sel
apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis tetapi ditemukan secara kebutulan
pada pemeriksaaan patologi specimen apendiks dengan diagnose pra bedah
apendisitis akut. Sindrom apendiks, rasangan kemerahan (fleshing) dan diare
akut yang ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut diatas.Meskipun
diragukan sebagai keganasan karsinoid ternyata juga dapat berulang dan
bermetastasis sehingga diperlukan operasi radika. Bila specimen patologi
apediks menunjukan karsinoid maka dilakukan operasi ulang atau hemikolektomi
kanan.
5.
Patofisiologi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan
yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel lympoid merupakan penyebab
terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik. Adanya benda asing seperti:
cacing, striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya. Sebab
lain misalnya: keganasan (KarsinomaKarsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang
terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedema serta merangsang
tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama
dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit
disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul
itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran
vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan
bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut. Bila kemudian
aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis
gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan
appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang
berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul
suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada
anak-anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih
panjang, dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih
kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah,
maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh
dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis
kronis.
6.
Komplikasi
Menurut Smeltzer (2006), komplikasi yang timbul yaitu :
a. Tromboflebitis
b. Abses subfrenkius
c. Fokal sepsis intraaabdominal
d. Obstruksi intestinal
e. Peritonitis
7.
Pemeriksaan Penunjang
a. Anamneses
Empat hal yang penting adalah: Nyeri
mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar
ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman
yang menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu
makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
b. Pemeriksaan yang lain
1)
Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
2)
Test Rektal
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan
penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.Pemeriksaan laboratorium
Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang.
3)
Pemeriksaan Laboratorium
-
Jumlah leukosit (biasanya akan terjadi
leukositosis ringan 10.000 – 20.000/ml) dengan peningkatan neutrofil.
-
Hb (hemoglobin) nampak normal
-
Pada apendisitis akut dan perforasi akan
terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Laju endap darah (LED) meningkat
pada keadaan apendisitis infiltrat.
4)
Pemeriksaan radiologi
-
Pemeriksaan USG dilakukan bila telah
terjadi infiltrate apendikularis.
-
Foto abdomen : dapat menyatakan adanya penyumbatan material pada
appendik Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa
apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat
ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan
karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan
perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
-
Appendikografi
8.
Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa
apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai
pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah
anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi,
yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan
Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis,
disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang
akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan
dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal
ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan
dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
a. Tindakan pre
operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk
menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
b.
Tindakan operatif ; appendiktomi.
c. Tindakan post
operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di
luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.
B. TINJAUAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan post
operasi appendiktomi menurut Inayah, 2004 : 212-213, antara lain :
a.
Kaji karakter
dan jumlah drainase
lambung atau usus, haluaran
urine, drainase ostomi, bila ada drainase luka
b.
Kaji
adanya mual,
muntah
c.
Kaji
adanya distensi
abdomen
d.
Pemasangan selang nasogastrik
e.
Lokasi dan tipe nyeri
f.
Penurunan, pernapasan dangkal
g.
Penurunan bunyi napas
Pengkajian pasien post apendiktomi menurut Marlyn Doenges, 1999 : 508 – 509,
didapatkan data-data sebagai berikut :
a.
Aktivitas dan istirahat
Gejala : Malaise
b.
Sirkulasi
Tanda : Tachicardia
c.
Eliminasi
Gejala :
Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas, penurunan atau tak ada bising usus.
d.
Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia
e.
Nyeri dan Kenyamanan
Tanda : Nyeri abdomen sekitar epigastrium umbilicus
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney, meningkat karena napas dalam, bersin dan batuk.
f.
Keluhan berbagai rasa nyeri
Gejala : Perilaku hati – hati saat
berbalik ke samping atau terlentang dan lutut bertekuk, meningkatkan
nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan atau posisi
duduk tegak.
g.
Keamanan
Tanda : Demam
h.
Pernapasan
tanda : Takipnea dan
pernapasan dangkal.
2.
|
|
|
|
3.
Masalah Keperawatan
Menurut
Herdman (2012-2014), masalah keperawatan yang dapat diangkat
a.
Nyeri
akut (00132)
b.
Mual
(00134)
c.
Hipertermi
(00007)
d.
Kekurangan
volume cairan (00027)
e.
Ansietas
(00146)
f.
Defisiensi
pengetahuan (00126)
g.
Resiko
infeksi (00004)
4.
Intervensi
(terlampir)
5.
Discharge Planning
Berikan pasien dan
orang terdekat informasi verbal dan tertulis mengenai hal berikut:
a.
Obat-obatan,
termasuk nama obat, tujuan, dosis, jadwal, kewaspadaan, interaksi obat-obatan
dan makanan/obat dan potensial efek samping
b. Perawatan insisi, termasuk penggantian balutan dan
pembatasan mandi bila tepat
c. Indikator-indikator infeksi : demam, mengigil, nyeri
insisi, kemerahan, bengkak dan keluar drainase purulent
d. Kewaspadaan pasca bedah : menghindari mengangkat
objek berat (>4,5 kg) selama 6 minggu pertama.
e. Menghindari enema untuk beberapa minggu pascaoprasi. Waspadakan
pasien tentang perlunya memeriksa pada dokter sebelum melakukan enema.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2007.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Apendiksitis,Nuha Medika, Bandung.
Barbara Engram,(2007) Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC,
Jakarta.
Carpenito, Linda
Jual, 2000, Diagnosa Keperawatan, Edisi
8, EGC, Jakarta.
Doenges,
Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi III, EGC, 2000,
Jakarta.
Elizabeth, J, Corwin,(2009) Buku saku
Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Ester, Monica,
SKp,(2007), Keperawatan Medikal Bedah
(Pendekatan Gastrointestinal), EGC, Jakarta.
Herdman T,
(2012-2014), Diagnosa Keperawatan,
EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran,
Media Aesculapius, FKUI, Jakarta
Schwartz,
Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip
Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Smeltzer,
Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Peter, M,
Nowschhenson,(2008), Segi Praktis Ilmu
Bedah untuk Pemula. Bina Aksara Jakarta
Pierce dan Neil.
2007. At a Glance Ilmu Bedah. Ed : 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Comments
Post a Comment